
Nyeri hebat di pinggang itu ia rasakan pertama kali pada 20 tahun lalu ketika usianya 32 tahun. Semula ia tak hirau. Sebab, jika nyeri itu datang ia segera memanggil tukang urut. Usai dipijat, nyeri pun hilang. Namun, pada perkembangan frekuensi nyeri itu makin tinggi. kadang-kadang dalam sepekan ia tak dapat beraktivitas akibat nyeri pinggang.
"Bergerak sedikit saja sakit, apalagi berjalan", ujar sekretaris alumnus Pitmants Central College,Inggris, itu. Ia penasaran akan penyakit yang diidapnya. Itu yang mendorongnya bergegas ke dokter. Dari hasil rontgen tulang, dokter mendiagnosis Inge back pain. Dalam bahasa awam back pain disebut saraf terjepit. Menurut dr Satya Haruna SpS, back pain memicu nyeri lantaran sebagaian saraf tepi mengalami iritasi atau kompresi alias penekanan.
Dampak iritasi atau kompresi adalah tegang pada otot pinggang bawah. Ketegangan terjadi karena otot-otot letih akibat latihan fisik berlebihan atau salah posisi. Beberapa salah posisi antara lain mengambil barang berat dengan membungkuk, menyetrika sambil duduk, atau mengambil barang di belakang mobil dengan memuntirkan pinggang. Itulah yang kerap dilakukan Inge.
Perempuan 52 tahun itu paling suka membersihkan rumah. Ia ingin agar suasana rumahnya selalu berganti. Oleh karena itu ia kerap memindahkan sofa, meja, dan perabot lain. Celakanya, ia mengangkat sofa yang relatif berat sendirian sehingga otot-ototnya tegang. Pemicu lain ketegangan adalah jatuh terduduk yang menyebabkan kompresi atau penekanan pada tulang belakang. Itu juga beberapa kali dialami Inge ketika hamil.
Dua puluh tahun hidup bersama back pain bukan waktu yang pendek. Penderitaan akibat saraf terjepit seperti tak berkesudahan. Pada penghujung 2006 Inge hanya dapat berbaring. "Untuk bergerak sedikit saja, nyeri tulang belakang tak dapat saya tahan lagi", katanya. Ia bukannya tak berupaya menjemput kesembuhan. Beragam obat ia konsumsi seiring harapan kesembuhannya. "Berbagai pengobatan saya jalani, hanya ke dukun yang belum", ujar Inge.
Melihat Inge tak dapat bangun, rekannya Christine Lesmana menyarankan untuk mengkonsumsi Cryptomonadales. Teman rekannya sembuh dari kanker usus berkat cryptomonadales. Inge tertarik sehingga sejak Januari 2007 ia mengkonsumsi 20 tablet cryptomonadales kali sehari selama 1 bulan, dan bulan berikutnya 15 tablet. Itu dibarengi dengan konsumsi larutan 4 botol PPARs 12 ml sebanyak 1 botol sehari, dan Crypto Max 1 hari 1 kali selama 10 hari.
Cryptomonadales adalah ganggang hasil temuan Prof Wang Sun Te, ahli ganggang dari Taiwan. Sedangkan PPARs alias Peroxisone Proliferator Activated Reseptors hasil ekstraksi cryptomonadales.
Dua pekan setelah rutin mengkonsumsi cryptomonadales ia merasakan hasil signifikan. "Saya sudah bisa duduk dan berjalan", katanya mengenang. Tiga bulan berselang ia benar-benar terbebas dari gangguan nyeri pinggang yang hebat. Ia belum memeriksakan diri ke dokter karena 1,5 tahun terakhir back pain tak pernah kambuh.
Untuk menjaga kesehatan, kadang-kadang ia mengkonsumsi 10 tablet cryptomonadales per hari. Hingga kini back pain alias saraf terjepit yang membuatnya nyeri tak pernah kambuh. Senyawa aktif apa yang berperan? Menurut dr Sri Budiwati, dokter di Surabaya, Jawa Timur, kandungan DNA dan RNA dalam cryptomonadales membantu proses penyembuhan back pain.
Dokter alumnus Universitas Airlangga itu mengatakan, "Kandungan PPARs, DNA, dan RNA dalan cryptomonadales cepat mengganti sel-sel yang rusak dan bengkak akibat gangguan jaringan bantalan tulang belakang." DNA dan RNA juga mempercepat proses regenerasi sel saat luka. PPARs berperan mempercepat kinerja organ untuk mencerna makanan sehingga ketahanan tubuh meningkat. Efeknya gangguan kesehatan pun hilang.
No comments:
Post a Comment